
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian” (Pramudya Ananta Toer)
Benarlah apa yang dikatakan Pramudya Ananta Toer bahwa, “menulis adalah bekerja untuk keabadian”. Kenapa? Karena tulisan adalah “jejak abadi” yang akan dibaca ataupun diketahui oleh siapapun bahkan ketika penulisnya telah tiada.
Usia tulisan bisa lebih panjang ketimbang usia lisan bahkan melampaui usia manusia itu sendiri. Hari ini kita ngomong, besok mungkin orang lupa. Tapi jika hari ini kita menulis, orang di masa depan masih bisa membaca apa yang kita tulis.
Dalam proses berpengetahuan, tulisan menjadi tindakan yang sangat penting. Tulisan menjadi pengikat yang bisa melanggengkan teori ataupun gagasan yang dikemukakan. Hadirnya pertukaran ide atau diskusi dalam sejarah pemikiran salah satunya disebabkan karena adanya tulisan. Tulisanlah yang memantik Ibnu Rusyd mengkritik Al-Ghazali. Tulisanlah yang menjadi media debat antara Nurcholish Madjid dan F. Magnis Suseno.
Bahkan kebajikan agama menegaskan jika ilmu itu ibarat binatang buruan yang membutuhkan tali untuk mengikatnya dan tulisan itulah pengikat ilmu yang bisa diandalkan.
Ya, tulisan adalah memori yang tak lekang oleh waktu.[]