
Pemikiran modern menyebutnya dengan “bipolaritas kesadaran”. Dalilnya, kesadaran manusia selalu terarah kepada sesuatu. Maksudnya, kesadaran manusia atau cara berpikir manusia sudah selalu menjadi bagian dari realitas dimana ia tinggal. Kesadaran manusia atau cara berpikir manusia bukanlah sesuatu yang kosong dan sepi dari pengaruh-pengaruh yang mengitarinya.
Kesadaran terarah merupakan kritik terhadap subjektifisme Cartesian yang meneguhkan rasio manusia sebagai sosok protagonis yang “cukup diri”, tak membutuhkan realitas atau terhubung dengan realitas di luar dirinya.
Melampaui subjektifisme Cartesian dan bipolaritas kesadaran, iman menyuguhkan pemahaman lain. Otentisitas iman selalu terarah bahkan diukur dengan tindakan (amal), bela rasa dan keberpihakan pada sesama. Dengan ini, iman bukan sesuatu yang abstrak tentang kepercayaan kepada sesuatu. “Tidak disebut beriman jika tidak peduli kepada tetangga”, kata sebuah hadis. “Tidak juga disebut beriman, jika tak hormat kepada tamu”, begitu kata hadis lainnya.
Dengan itu, iman bukan sikap yang abstrak juga pasif. Iman adalah relasi dan keterhubungan. Ia semacam energi potensial yang akan memancar, menebal dan menjadi aktual manakala diukur bahkan bermetamorfosa menjadi tindakan baik yang mendatangkan kemanfaatan.
Aktualitas iman adalah kesadaran keterhubungan antara mukmin yang satu dengan mukmin lainnya. Seperti sebuah pesan suci, “mukmin yang satu dengan mukmin yang lain seumpama tubuh, jika satu bagian sakit maka bagian lain merasakan hal yang sama”.
Puasa yang kita jalani selama sebulan, dengan itu bukanlah laku spiritual yang menekankan kesalehan individual an sich. Pada laku puasa ada energi aktual untuk terhubung dengan yang lain. Konsentrasi ibadah ini tak hendak membangun ketaqwaan individual tapi juga ketaqwaan sosial. Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikitpun juga”. Begitu kata sebuah hadis.
Iman dengan itu melampaui bipolaritas kesadaran tentang keterhubungan dengan sesuatu atau yang lain. Pada iman ada dua gerak penting, yaitu “gerak sentripetal” dan “gerak sentrifugal. Gerak sentripetal adalah gerak menuju kepada pelaku orang yang berpuasa sebagai kepatuhan terjadap perintah Tuhan. Sedangkan gerak sentrifugal adalah gerak melenting ke luar tentang kesadaran untuk membangun empati dan keberpihakan kepada sesama dengan tindakan-tindakan yang baik. Allahu a’lam[]