Dunia BukuTerpesona

Terpesona

-

- Advertisment -spot_img

Apakah makna keterpesonaan? Setiap kita mungkin pernah mengalaminya. Tanpa disadari perhatian kita tiba-tiba “disibukkan” bahkan tersedot pada sesuatu. Sesuatu yang benar-benar memukau. Sesuatu yang menghipnotis kesadaran kita untuk tak berpaling darinya.

Keterpesonaan, itulah yang membuat Zulaikha tak sadar mengiris tanggannya sendiri manakala melihat ketampanan Yusuf. Ikhwal serupa berlaku juga pada Qais yang seolah orientasi hidupnya hanya ditujukan untuk Layla. Di hatinya hanya terpatri satu nama saja: Layla, Layla, dan Layla!

Tapi keterpesonaan tak hanya disebabkan oleh paras. Oleh gesture tubuh atau tingkah laku tertentu. Keterpesonaan bisa juga disebabkan karena bacaan. Kita seolah masuk pada peristiwa dan kejadian yang dituturkan. Setiap kalimat yang kita baca seumpama menggambarkan bahwa kita ada di dalamnya. Ada emosi dan perasaan yang ikut terlibat.

Keterpesonaan karena bacaan membuat kita tenggelam dan tak peduli dengan dunia sekitar. Kucing yang hendak beranak. Rizky Billar yang telah membuat Lesty nestapa, atau Iwan Bule yang tak sudi mundur dari ketua PSSI, tak lagi kita pikirkan. Dalam keterpesonaan, kita tidak lagi menghitung lembar demi lembar, hurup demi hurup, kalimat demi kalimat, tapi kita seolah masuk dan menjadi bagian dari ruang dan waktu yang dikisahkan.

Mungkin benar. Bacaan yang bagus adalah yang bisa memantik, tidak hanya rasa ingin tahu tapi juga bisa memancing keterpesonaan. Kisah Pendekar Tak Bernama dalam buku Nagabumi, rasanya telah membuat saya terpesona. Tiba-tiba saja saya seolah menjadi bagian dari kisah yang diceritakan. Saya seolah melenting ke udara dengan ilmu meringankan tubuh. Menotok musuh dari kejauhan. Menapak di daun tanpa terjatuh, atau menusukan senjata menikam lawan.

Ilmu Bayangan Cermin. Ilmu Mendengar Semut Berbisik di Dalam Liang. Jurus Naga Meringkuk Dalam Telur. Jurus Naga Menggeliat Mengibas Ekor. Senjata yang bernama Pedang Mata Cahaya, adalah istilah-istilah yang telah membuat saya terpesona, lalu membayangkan saya bisa menguasainya.

Di tengah perjalanan membaca tiba-tiba saja nafas saya seolah terengah-engah. Kepala pening. Penglihatan nanar Badan berasa pegal dan perut yang tiba-tiba melilit. Terpesona? Tentu bukan! Karena ternyata saya belum makan.[]

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Latest news

Amok dan Vandalisme: Luka Kolektif dalam Taman Kebersamaan

Vandalisme. Ia datang dari kisah sejarah. Mula-mula ia bukanlah sebuah tindakan, melainkan nama. Konon, ia adalah nama sebuah suku...

Affan: Hilangnya Martabat Manusia

Hingga tulisan ini selesai dibuat, saya masih belum percaya bahwa Affan Kurniawan, seorang driver ojol harus meregang nyawa di...

Postmodernisme dalam Lanskap Agama: Renungan Filsafat, Teologi dan Kehidupan Kaum Beriman

Prolog Ada masa ketika manusia percaya bahwa kebenaran seumpama “menara tunggal”. Ia menjulang tinggi, berdiri kokoh, tak tergoyahkan, semacam menara...

One Piece: Mimpi Kebebasan dan Kemerdekaan

Agustus kembali datang, seperti aliran waktu yang tak pernah lelah mengulang. Baligo, umbul-umbul juga bendera-bendera merah putih bermunculan, berkibar...
- Advertisement -spot_imgspot_img

Kelana Filsafat di Belantara Sains

"Filsafat adalah seni bertanya yang membuka, bukan ilmu yang menutup perkara." (Anonimous) Filsafat tidak lahir dari kepastian, melainkan hadir dari...

Retorika “Dari Bawah”

Seorang teman memperlihatkan potongan video kepada saya yang menampilkan Cak Imin yang mengatakan, “kalau ada yang tak tumbuh dari...

Must read

Amok dan Vandalisme: Luka Kolektif dalam Taman Kebersamaan

Vandalisme. Ia datang dari kisah sejarah. Mula-mula ia bukanlah...

Affan: Hilangnya Martabat Manusia

Hingga tulisan ini selesai dibuat, saya masih belum percaya...
- Advertisement -spot_imgspot_img

You might also likeRELATED
Recommended to you