HikmahTuhan yang "Tumbuh"

Tuhan yang “Tumbuh”

-

- Advertisment -spot_img

Aku berdiri di hadapan pohon, lalu kutatap ia dalam diam, dan kurasakan Tuhan sedang tumbuh.” (Abu Yazid al-Busthami)

Rasanya, tak ada seruan dalam kalimat ini. Tak memerintah. Tak juga memberi dalil. Ia hanya menyiratkan, bahwa dalam diam yang Ilahi bisa hadir. Tumbuh dalam keteduhan, dan mungkin… menyapa dari hal yang tak pernah kita duga, sebatang pohon.

Abu Yazid al-Busthami, sufi dari Persia abad ke-9, dikenal sebagai penempuh jalan ekstasis, fana dalam Tuhan, lenyap dalam Yang Mahahadir. Tapi dalam kalimat ini justru tidak ada ledakan seperti pekikkan “Subhānī” yang konon pernah al-Busthami teriakan. Kalimat ini terbaca tenang. Liris, seperti datang dari jeda antara dua napas, bukan dari lonjakan ekstase, tapi dari bening dan dalamnya perenungan.

Apakah Tuhan bisa tumbuh?

Pertanyaan ini bisa tampak aneh. Bukankah Tuhan telah sempurna? Mustahil berubah? Tapi al-Busthami seakan ingin mengatakan, bukan Tuhan yang bertumbuh, tapi kesadaran kita tentang-Nya. Seperti pohon yang tak berubah tempat, namun kita tiba-tiba melihatnya lain. Seperti hati yang sunyi, yang tiba-tiba menjadi padang zikir. Bukan karena ada suara, tapi karena ada hadir.

Di tempat lain, Goethe pernah berkata bahwa alam adalah kitab suci yang lain. Mungkin, dalam keteduhan pohon itulah Abu Yazid membaca ayat, tidak dengan mata, tapi dengan batin yang lapang. Ia berdiri, ia menatap, ia diam. Dan dalam diam itu, ia tidak menjumpai Tuhan sebagai kilatan petir atau dentum wahyu, melainkan sebagai sesuatu yang tumbuh pelan, seperti daun yang mengembang oleh cahaya pagi.

Boleh jadi, kita terlalu sering mencari Tuhan dalam ledakan, dalam demonstrasi dalil, atau dalam nukilan ayat. Tapi Abu Yazid, dengan kalimat itu, seolah mengingatkan, bahwa Tuhan bisa juga tumbuh di sela daun, di keheningan pandang, atau di antara akar yang tak pernah beranjak tapi terus bergerak memberi hidup pada batang, cabang, ranting dan daun.

Bukankah iman juga seperti itu? Tumbuh. Pelan-pelan. Dalam diam. Allahu a’lam[]

Tabik,

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Latest news

Amok dan Vandalisme: Luka Kolektif dalam Taman Kebersamaan

Vandalisme. Ia datang dari kisah sejarah. Mula-mula ia bukanlah sebuah tindakan, melainkan nama. Konon, ia adalah nama sebuah suku...

Affan: Hilangnya Martabat Manusia

Hingga tulisan ini selesai dibuat, saya masih belum percaya bahwa Affan Kurniawan, seorang driver ojol harus meregang nyawa di...

Postmodernisme dalam Lanskap Agama: Renungan Filsafat, Teologi dan Kehidupan Kaum Beriman

Prolog Ada masa ketika manusia percaya bahwa kebenaran seumpama “menara tunggal”. Ia menjulang tinggi, berdiri kokoh, tak tergoyahkan, semacam menara...

One Piece: Mimpi Kebebasan dan Kemerdekaan

Agustus kembali datang, seperti aliran waktu yang tak pernah lelah mengulang. Baligo, umbul-umbul juga bendera-bendera merah putih bermunculan, berkibar...
- Advertisement -spot_imgspot_img

Kelana Filsafat di Belantara Sains

"Filsafat adalah seni bertanya yang membuka, bukan ilmu yang menutup perkara." (Anonimous) Filsafat tidak lahir dari kepastian, melainkan hadir dari...

Retorika “Dari Bawah”

Seorang teman memperlihatkan potongan video kepada saya yang menampilkan Cak Imin yang mengatakan, “kalau ada yang tak tumbuh dari...

Must read

Amok dan Vandalisme: Luka Kolektif dalam Taman Kebersamaan

Vandalisme. Ia datang dari kisah sejarah. Mula-mula ia bukanlah...

Affan: Hilangnya Martabat Manusia

Hingga tulisan ini selesai dibuat, saya masih belum percaya...
- Advertisement -spot_imgspot_img

You might also likeRELATED
Recommended to you